Sabtu, 17 November 2007

Menjadi Dewasa

Beberapa orang mungkin nggak terlalu suka jika dikatakan tidak dewasa. Bahkan seebagian anak-anak ingin dianggap lebih dewasa. Karena dengan dianggap dewasa,  dia akan mendapatkan keuntungan antara lain akan mendapat kepercayaan untuk membuat keputusan sendiri, tanpa campur tangan orang tua atau orang lain, sehingga berkurang pula pihak lain untuk mengatur dirinya. Apakah yang membedakan antara orang dewasa dengan anak-anak? Apakah orang yang berumur lebih dari 20 tahun, akan serta merta bisa dikatakan dewasa?
Mungkin bisa dikatakan demikian, jika kita bandingkan dalam sistem kewarganegaraan di negeri kita. Karena hanya orang yang berusia 17 tahun ke atas yang berhak mendapat KTP, berhak mendapatkan SIM (Surat Ijin Mengemudi) atau berhak ikut nyoblos dalam pemilu, dsb. Coba saja kita bayangkan kalau seandanya anak-anak mempunyai hak yang sama dengan orang dewasa dalam sistem kewarganegaraan, kira-kira apa jadinya ya? Misalnya masalah SIM tadi, tentu saja logika sederhana kita akan menanyakan, kalau terjadi sesuatu yang buruk di tengah jalan yang disebabkan oleh anak-anak, kecelakaan misalnya, siapa yang bertanggung jawab? Apakah anak-anak mampu bertanggung jawab?
Disinilah jawabannya, bahwa yang membedakan anak-anak dan orang dewasa adalah tanggung jawabnya. Anak-anak ada cenderung belum mempunyai rasa tanggung jawab, karena dalam segala tindakannya adalah dikarenakan keinginannya untuk bermain-main dan melakukan kegiatan yang menyenangkannya saja.
Jadi, dewasa ada hubungannya dengan sikap yang kita tunjukkan ke orang lain. Orang dewasa akan berani bertanggung awab dengan apapun yang dilakukannya, karena dalam melakukan sesuatu, dia akan berfikir lebih dahulu apakah yang akan dilakukannya itu baik atau tidak, merugikan orang lain atau tidak, bermanfaat atau tidak dsb. Karenanya dia akan siap bertanggung jawab dengan resikonya, baik maupun buruk.
bagaiman dalam keseharian kita? Apakah kita termasuk orang yang dewasa, artinya orang-orang yang mempunyai tanggung jawab?
Waktu seseorang naksir lawan jenisnya, kadang-kadang dikarenakan kedewasaannya. Misalnya ada ungkapan : " Aku suka sekali dia, dia itu tenang, kalem. Kelihatannya dewasa dan bertanggung jawab ya ....!!!!" Apakah kedewasaan seseorang bisa dinilai dari sikap tenangnya seseorang?
Agar tidak terkecoh /tertipu, saya rasa kita perlu tahu seperti apakah orang dikatakan dewasa ? Di ukur dengan apa?
Umur seringkali menjadi patokan kedewasaan seseorang, bakan negarapun mengakui warganya dengan patokan umur seperti contaoh di atas. Dan memang, seiring dengan pertumbuhan seseorang biasanya secara naluri tingkat kedewasaan bertambah. namun jangan salah, karena kadang-kadang kita lihat sikap-sikap orang yang sudah tua atau berumur, tapi tingkah lakuknya seperti anak. Atau kadang justru anak-anak yabg justru bersikap dewasa.
Selain umur sikap seseorang biasanya dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, namun ini pun tak dapat berlaku mutlak, karena banyak contoh seperti orang-orang besar dan berpendidikan yang kadang-kadang memberikan contoh yang tidak menggambarkan intelektualitasnya. Atau mungkin ada diantara kita yang sudah disekolah orang tua tinggi-tinggi oleh orang tua, justru tak bisa menghargai orang tuanya .........
Mungkin pengalaman hidup seseoranglah yang banyak berpengaruh terhadap pola fikir seseorang. Biasanya orang yang sering dihadapkan pada banyak masalah dalam hidupnya, banyak peluang untuk menjadi lebih dewasa di-bandingkan dengan orang yang hidupnya sedikit mengalami masalah, meskipun ini juga tidak mutlak men-jadi faktor utama. Karena kadang-kadang ada orang yang dalam hidupnya banyak masalah, namun tak bisa mengambil pelajaran da-ri pengalaman menghadapi masalah tersebut.
Nah, masalahnya bagaimana kita menilai seseorang itu dewasa atau tidak? Orang yang tenang dalam sikap belum tentu dikatakan dewasa. Karenanya, untuk menilai kedewasaan seseorang  dapat kita ketahui dengan menghadapkan seseorang dengan sebuah per-masalahan atau dengan melihat bagaimana seseorang tersebut menyelesaikan sebuah permasalahan.
Dihadapkan pada masalah apaun, orang dewasa akan menghadapinya dengan tenang dan berupaya untuk mencari solusi yang tepat, tidak mudah menyalahkan orang lain. Ketenangan, menunjukkan kesiapannya menghadapi masalah, dan tidak menyalahkan orang lain menjadi indikasi untuk tidak melempar tanggup jawab kepada orang lain.
Anda punya pendapat lain ?

Jumat, 26 Oktober 2007

Kuterima tantanganmu Ersis

Menulis memang sesuatu yang amat asing bagiku, sesuatu yang amat sulit. Ibaratnya menulis satu kalimat saja setengah mati rasanya.Selama ini saya punya anggapan bahwa orang-orang yang pandai menulis adalah orang-orang tertentu yang kritis dan yang punya bakat sejak lahir. Seringkali saya berfikir bahwa itu adalah mereka dan bukan bagian dari diri saya. Makanya aku hanya bisa mengacungi jempol bagi para jurnalis maupun penulis.
Saya ingat, sewakttu masih sekolah mulai dari SD sampai SMA, pelajaran yang paling saya tidak sukai adalah bahasa Indonesia. Apalagi kalo sudah mengarang, rasanya mati kutu. Ada kerangka atau tidak , rasanya tak ada bedanya. Memang budaya membaca tak pernah aku lakukan selama aku sekolah, sampai kuliah. Paling banter namanya belajar ya belajar mata kuliah yang akan diujikan.
Awal aku membaca buku ersis yang berjudul menulis sangat mudah, saya sempat tersinggung karena diejek terus, semakin kubaca rasanya ejekannya semakin ditujukan ke aku habis-habisa. Betapa tidak, kita dianggap guru bodoh yang bisanya hanya ngomong doang. Bahkan kita disamakan dengan manusia primitif, karena manusia primitif hanya mengandalkan omongan untuk mencapai hajat hidupnya.
Kita yang biasanya ,menjadi panutan anak, bahkan dengan PeDenya menjadi sumber ilmu bagi mereka, ternyata dianggap bodoh.
Tapi mungkin harus saya akui bahwa selama ini kita hanya mebodohi diri, kenapa? Kita sering menyuruh anak untuk belajar tapi kita sendiri tidak mau belajar untuk menjadi yang lebih baik dari hari ini. Kita menyuruh anak mebaca, padahal satu buku saja kadang satu tahun baru selesai membaca. Lalu apakah kita layak mendapat gelar sebagai guru ( orang yang layak di gugu dan di tiru)
Karena sudah terlanjur mendapat gelar (meski pantas atau tidak), yang terpenting adalah kita belajar mulai hari ini, sekarang, atau bahkan detik ini.
Nah kan, ternyata harus diejek dulu baru mau menulis. Terimakasih om Ersis! Oleh karenanya saya ingin mengatakan aku akan mencoba menerima tantanganmu Ersis! Emangnya sudah siap ? Ya ga papalah, meski harus dimulai dari mengeja dulu. Dukung ya !